Nasib Gus Dur dan Ambang Perpecahan PKB
Muktamar II Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Semarang sejak Sabtu (16/4) lalu hingga Senin (18/4) memperlihatkan dinamika perkembangan yang mengkhawatirkan. Partai yang diharapkan menjadi alternatif bagi tumbuh suburnya pluralisme, nasionalisme religius, dan religiusitas yang nasionalis ini, kini di ambang perpecahan. KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, tokoh karismatis yang selama ini menjadi perekat dan sekaligus tokoh demokrasi, HAM, dan kemanusiaan, tengah menghadapi ujian sangat besar: delegitimasi pengaruh dan kekuasaannya. SH menurunkan liputan khusus muktamar PKB ini berdasarkan laporan Herdjoko, Yudi Wijarnako, dan dituliskan oleh Suradi.
SEMARANG - Gus Dur dan pengikutnya boleh berbangga karena mayoritas Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) mengusulkan kembali dMuktamar II Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Semarang sejak Sabtu (16/4) lalu hingga Senin (18/4) memperlihatkan dinamika perkembangan yang mengkhawatirkan. Partai yang diharapkan menjadi alternatif bagi tumbuh suburnya pluralisme, nasionalisme religius, dan religiusitas yang nasionalis ini, kini di ambang perpecahan. KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, tokoh karismatis yang selama ini menjadi perekat dan sekaligus tokoh demokrasi, HAM, dan kemanusiaan, tengah menghadapi ujian sangat besar: delegitimasi pengaruh dan kekuasaannya. SH menurunkan liputan khusus muktamar PKB ini berdasarkan laporan Herdjoko, Yudi Wijarnako, dan dituliskan oleh Suradi.
SEMARANG - Gus Dur dan pengikutnya boleh berbangga karena mayoritas Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) mengusulkan kembali dirinya sebagai Ketua Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk lima tahun ke depan. Secara ceroboh, pimpinan sidang pleno tanggapan atas laporan pertanggungjawaban DPP PKB 2002-2005, Lalu Misbach Hidayat, Minggu (17/4) petang, langsung menyatakan Gus Dur secara aklamasi sudah terpilih sebagai Ketua Dewan Syura, padahal pemilihan yang sebenarnya baru berlangsung Senin (18/4).
Tak ayal lagi, forum pleno yang telah sepihak menyatakan aklamasi terhadap Gus Dur itu menimbulkan protes dan ancaman walk out, istilah mereka penarikan diri dari arena muktamar, apalagi sejak dibukanya pleno itu, kericuhan mewarnai persidangan. Gus Dur dua kali mengungkapkan kemarahannya atas pertanyaan peserta muktamar.
Adalah Ketua DPW PKB Jatim Choirul Anam dan mantan Ketua Umum PKB Alwi Shihab yang bereaksi keras atas penetapan Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syura. Keduanya ditemani pengasuh Ponpes Lirboyo, KH. Idris Marzuki, secara terbuka kepada pers di Hotel Ciputra Semarang, Minggu (17/4) malam, menggugat Gus Dur dan juga muktamar yang dinilainya tidak sah alias cacat hukum karena tidak melibatkan Ketua Umum Alwi Shihab dan Sekjen Saifullah Yusuf yang diberhentikan hanya oleh pleno DPP dan bukan oleh muktamar, karena keduanya diangkat sebagai Menteri Kabinet.
Boleh jadi, Gus Dur tidak menanggapi reaksi keras pimpinan DPW PKB Jatim dan Alwi Shihab yang akan menempuh jalur hukum, tapi pintu perpecahan PKB makin terbuka lebar, apalagi Gus Dur belakangan lebih berpihak pada Muhaimin Iskandar untuk menjadi pasangannya dalam memimpin PKB sebagai Ketua Umum.
Jika perpecahan makin meluas, dilema berat akan dihadapi Gus Dur karena para ulama khos dan kiai Langitan pun sudah meninggalkan Gus Dur. Mantan Presiden ini sudah kehilangan sandaran kuatnya: para kiai yang pada hari pertama pembukaan muktamar, melakukan sumpah dan pembaiatan terhadap KH. Ma’ruf Amin untuk menjadi calon Ketua Dewan Syura.
Usai pembukaan muktamar di Ponpes Futuhiyah, Girikusumo, Mranggen, Demak, usaha untuk melakukan delegitimasi atas pengaruh dan dominasi Gus Dur yang sangat dominan di PKB sudah dilakukan. Tidak tanggung-tanggung, para pendiri PKB yang tergabung dalam tim lima (KH.Ma’ruf Amin, KH. Said Aqil Siradj, H. Mustofa Zuhad Mughni, HM.Rozy Munir, dan H.Achmad Bagdja) secara halus meminta agar Gus Dur tidak lagi mengurusi PKB sebagai Ketua Dewan Syura.
Dalam keterangan pers bersama di Hotel Ciputra, Sabtu (17/4) siang, tim lima pendiri PKB memberi masukan dan catatan penting, khususnya terkait dominasi Gus Dur di PKB dan hubungan PKB-NU yang tidak harmonis selama kepemimpinan Gus Dur.
Koordinator tim lima KH. Ma’ruf Amin menyatakan pantaslah kiranya jika muktamar II PKB harus mengingat kembali fitrah kelahiran PKB untuk menghidupkan kembali semangat dan ruh hubungan NU-PKB untuk kepentingan perjuangan di masa datang.
Khusus menyangkut peran dan dominasi Gus Dur, secara diplomatis tim lima mengusulkan agar Gus Dur diberi tempat yang sangat terhormat sebagai mustasyar atau penasihat yang tidak lagi mengurus soal-soal teknis partai.
Sebaliknya diusulkan agar Gus Dur lebih berkonsentrasi memikirkan masalah besar menyangkut demokrasi, HAM, kemanusiaan, dan hubungan Islam-Barat.
Skenario untuk menyingkirkan Gus Dur dari posisi Dewan Syura rupanya sudah dibahas mendalam. Usai memberi keterangan, KH. Ma’ruf Amin langsung menuju tempat pembukaan muktamar, yakni Ponpes Futuhiyyah, Girikusumo, Mranggen. Di sana sudah berkumpul tokoh karismatis yang selama ini menjadi legitimasi Gus Dur, yakni Kiai Langitan.
Jumlah mereka 12 orang, yaitu KH.Muhaiminan Gunardo (anggota Dewan Syura PKB Jateng),. KH.Ubaidillah Faqih (Putra Kiai Abdullah Faqih, Langitan), KH.Abdurrahman Khudori (Ketua Dewan Syura PKB Jateng), KH. Hanif Muslih (Ketua Dewan Tanfidz PKB Jaten), KH. Anwar Iskandar (Ketua Dewan Syura PKB Jatim), KH. Lutfillah, KHAchmad Subadar dari Pasuruan, KH. Zaim Achmad, KH. Abu Ali Lamongan, dan KH. Badawi Basyir.
Pembaiatan KH. Ma’ruf Amin untuk menggantikan posisi Gus Dur ini dilakukan oleh KH. Muhaiminan Gunardo dan kiai lainnya berdiri mendengarkan pembaiatan dalam bahasa Arab yang intinya bagaimana harus meneguhkan perjuangan partai, umat, bangsa dan negara di atas rel yang benar.
Berita pembaiatan itu cepat menyebar ke arena muktamar. Gus Dur menunjukkan kemarahannya atas berita ini. Dalam acara pleno laporan pertanggunggungjawaban DPP PKB, Sabtu (16/4) malam, Gus Dur menyatakan kekecewaannya yang amat besar.
”Para kiai itu hanya memikirkan kepentingannya sendiri, biarkan kami mengurus PKB,” kata Gus Dur dengan nada tinggi. Keesokan harinya, beberapa kiai Langitan balik mengecam Gus Dur dan membantah kalau para kiai hanya mementingkan urusan sendiri.
Ditinggalkan
Pertarungan hebat tengah terjadi di muktamar PKB. Pertarungan itu bukan sekadar perebutan kursi ketua umum/tanfidz dan Dewan Syura saja seperti partai-partai lain, tetapi yang sangat serius adalah pertarungan antara kubu Gus Dur yang kini praktis didukung kelompok Muhaimin Iskandar, yang notabene keponakannya sendiri dengan para Kiai Langitan dan kubu Saifullah Yusuf yang didukung Alwi Shihab dan pimpinan PKB Jatim serta Jateng.
Pengamat politik Islam, Fachry Ali, yang berada di Semarang ketika dimintai tanggapannya menyatakan, Gus Dur memang sudah ditinggalkan Kiai Langitan dan kiai di PBNU. Gus dur harus menyadari hal ini dan mengambil jalan kompromi jika tidak ingin sendirian dan PKB mengalami percahan serius.
”Perkembangan ini sangat dramatis dan mengejutkan. Bayangkan, sandaran utama Gus Dur yakni Kiai Langitan sudah melepaskannya. Begitu juga tiang utama PKB yakni Jatim dan Jateng sudah menggugatnya,” kata Fachry.
Ancaman walk out PKB Jatim dan Jateng serta rencana mengelar muktamar tandingan jelas membuka perpecahan serius. Oleh karena itu, Fachry mempertanyakan apakah PKB itu masih ada jika basis utamanya di Jatim dan Jateng menolak Gus Dur.
”Secara formal Gus Dur boleh menang di arena muktamar. Tapi, secara moral dan legitimasi, Gus Dur sudah kalah. Jalan tengahnya, Gus Dur harus kompromi,” ujar Fachry Ali.
Melihat perkembangan muktamar yang sangat dinamis dan cepat berubah, ditambah sikap Gus Dur yang mulai panik dan memperlihatkan sikap arogansinya, jalan kompromi akan sulit. Gus Dur sepertinya dalam posisi harus bertahan dan mencari benteng pelindung untuk tetap aman di PKB.
Jadi, kemungkinan besar Gus Dur akan memilih Muhaimin Iskandar sebagai ujung tombak PKB di Dewan Tanfidz. Namun, jika jalan ini yang dipilih, kubu Saifullah yang sudah ancang-ancang membuat langkah perlawanan, bukan tidak mungkin akan mendeklarasikan PKB tandingan bersama Alwi, Choirul Anam, dan para kiai yang memang kini berada di belakangnya. ***irinya sebagai Ketua Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk lima tahun ke depan. Secara ceroboh, pimpinan sidang pleno tanggapan atas laporan pertanggungjawaban DPP PKB 2002-2005, Lalu Misbach Hidayat, Minggu (17/4) petang, langsung menyatakan Gus Dur secara aklamasi sudah terpilih sebagai Ketua Dewan Syura, padahal pemilihan yang sebenarnya baru berlangsung Senin (18/4).
Tak ayal lagi, forum pleno yang telah sepihak menyatakan aklamasi terhadap Gus Dur itu menimbulkan protes dan ancaman walk out, istilah mereka penarikan diri dari arena muktamar, apalagi sejak dibukanya pleno itu, kericuhan mewarnai persidangan. Gus Dur dua kali mengungkapkan kemarahannya atas pertanyaan peserta muktamar.
Adalah Ketua DPW PKB Jatim Choirul Anam dan mantan Ketua Umum PKB Alwi Shihab yang bereaksi keras atas penetapan Gus Dur sebagai Ketua Dewan Syura. Keduanya ditemani pengasuh Ponpes Lirboyo, KH. Idris Marzuki, secara terbuka kepada pers di Hotel Ciputra Semarang, Minggu (17/4) malam, menggugat Gus Dur dan juga muktamar yang dinilainya tidak sah alias cacat hukum karena tidak melibatkan Ketua Umum Alwi Shihab dan Sekjen Saifullah Yusuf yang diberhentikan hanya oleh pleno DPP dan bukan oleh muktamar, karena keduanya diangkat sebagai Menteri Kabinet.
Boleh jadi, Gus Dur tidak menanggapi reaksi keras pimpinan DPW PKB Jatim dan Alwi Shihab yang akan menempuh jalur hukum, tapi pintu perpecahan PKB makin terbuka lebar, apalagi Gus Dur belakangan lebih berpihak pada Muhaimin Iskandar untuk menjadi pasangannya dalam memimpin PKB sebagai Ketua Umum.
Jika perpecahan makin meluas, dilema berat akan dihadapi Gus Dur karena para ulama khos dan kiai Langitan pun sudah meninggalkan Gus Dur. Mantan Presiden ini sudah kehilangan sandaran kuatnya: para kiai yang pada hari pertama pembukaan muktamar, melakukan sumpah dan pembaiatan terhadap KH. Ma’ruf Amin untuk menjadi calon Ketua Dewan Syura.
Usai pembukaan muktamar di Ponpes Futuhiyah, Girikusumo, Mranggen, Demak, usaha untuk melakukan delegitimasi atas pengaruh dan dominasi Gus Dur yang sangat dominan di PKB sudah dilakukan. Tidak tanggung-tanggung, para pendiri PKB yang tergabung dalam tim lima (KH.Ma’ruf Amin, KH. Said Aqil Siradj, H. Mustofa Zuhad Mughni, HM.Rozy Munir, dan H.Achmad Bagdja) secara halus meminta agar Gus Dur tidak lagi mengurusi PKB sebagai Ketua Dewan Syura.
Dalam keterangan pers bersama di Hotel Ciputra, Sabtu (17/4) siang, tim lima pendiri PKB memberi masukan dan catatan penting, khususnya terkait dominasi Gus Dur di PKB dan hubungan PKB-NU yang tidak harmonis selama kepemimpinan Gus Dur.
Koordinator tim lima KH. Ma’ruf Amin menyatakan pantaslah kiranya jika muktamar II PKB harus mengingat kembali fitrah kelahiran PKB untuk menghidupkan kembali semangat dan ruh hubungan NU-PKB untuk kepentingan perjuangan di masa datang.
Khusus menyangkut peran dan dominasi Gus Dur, secara diplomatis tim lima mengusulkan agar Gus Dur diberi tempat yang sangat terhormat sebagai mustasyar atau penasihat yang tidak lagi mengurus soal-soal teknis partai.
Sebaliknya diusulkan agar Gus Dur lebih berkonsentrasi memikirkan masalah besar menyangkut demokrasi, HAM, kemanusiaan, dan hubungan Islam-Barat.
Skenario untuk menyingkirkan Gus Dur dari posisi Dewan Syura rupanya sudah dibahas mendalam. Usai memberi keterangan, KH. Ma’ruf Amin langsung menuju tempat pembukaan muktamar, yakni Ponpes Futuhiyyah, Girikusumo, Mranggen. Di sana sudah berkumpul tokoh karismatis yang selama ini menjadi legitimasi Gus Dur, yakni Kiai Langitan.
Jumlah mereka 12 orang, yaitu KH.Muhaiminan Gunardo (anggota Dewan Syura PKB Jateng),. KH.Ubaidillah Faqih (Putra Kiai Abdullah Faqih, Langitan), KH.Abdurrahman Khudori (Ketua Dewan Syura PKB Jateng), KH. Hanif Muslih (Ketua Dewan Tanfidz PKB Jaten), KH. Anwar Iskandar (Ketua Dewan Syura PKB Jatim), KH. Lutfillah, KHAchmad Subadar dari Pasuruan, KH. Zaim Achmad, KH. Abu Ali Lamongan, dan KH. Badawi Basyir.
Pembaiatan KH. Ma’ruf Amin untuk menggantikan posisi Gus Dur ini dilakukan oleh KH. Muhaiminan Gunardo dan kiai lainnya berdiri mendengarkan pembaiatan dalam bahasa Arab yang intinya bagaimana harus meneguhkan perjuangan partai, umat, bangsa dan negara di atas rel yang benar.
Berita pembaiatan itu cepat menyebar ke arena muktamar. Gus Dur menunjukkan kemarahannya atas berita ini. Dalam acara pleno laporan pertanggunggungjawaban DPP PKB, Sabtu (16/4) malam, Gus Dur menyatakan kekecewaannya yang amat besar.
”Para kiai itu hanya memikirkan kepentingannya sendiri, biarkan kami mengurus PKB,” kata Gus Dur dengan nada tinggi. Keesokan harinya, beberapa kiai Langitan balik mengecam Gus Dur dan membantah kalau para kiai hanya mementingkan urusan sendiri.
Ditinggalkan
Pertarungan hebat tengah terjadi di muktamar PKB. Pertarungan itu bukan sekadar perebutan kursi ketua umum/tanfidz dan Dewan Syura saja seperti partai-partai lain, tetapi yang sangat serius adalah pertarungan antara kubu Gus Dur yang kini praktis didukung kelompok Muhaimin Iskandar, yang notabene keponakannya sendiri dengan para Kiai Langitan dan kubu Saifullah Yusuf yang didukung Alwi Shihab dan pimpinan PKB Jatim serta Jateng.
Pengamat politik Islam, Fachry Ali, yang berada di Semarang ketika dimintai tanggapannya menyatakan, Gus Dur memang sudah ditinggalkan Kiai Langitan dan kiai di PBNU. Gus dur harus menyadari hal ini dan mengambil jalan kompromi jika tidak ingin sendirian dan PKB mengalami percahan serius.
”Perkembangan ini sangat dramatis dan mengejutkan. Bayangkan, sandaran utama Gus Dur yakni Kiai Langitan sudah melepaskannya. Begitu juga tiang utama PKB yakni Jatim dan Jateng sudah menggugatnya,” kata Fachry.
Ancaman walk out PKB Jatim dan Jateng serta rencana mengelar muktamar tandingan jelas membuka perpecahan serius. Oleh karena itu, Fachry mempertanyakan apakah PKB itu masih ada jika basis utamanya di Jatim dan Jateng menolak Gus Dur.
”Secara formal Gus Dur boleh menang di arena muktamar. Tapi, secara moral dan legitimasi, Gus Dur sudah kalah. Jalan tengahnya, Gus Dur harus kompromi,” ujar Fachry Ali.
Melihat perkembangan muktamar yang sangat dinamis dan cepat berubah, ditambah sikap Gus Dur yang mulai panik dan memperlihatkan sikap arogansinya, jalan kompromi akan sulit. Gus Dur sepertinya dalam posisi harus bertahan dan mencari benteng pelindung untuk tetap aman di PKB.
Jadi, kemungkinan besar Gus Dur akan memilih Muhaimin Iskandar sebagai ujung tombak PKB di Dewan Tanfidz. Namun, jika jalan ini yang dipilih, kubu Saifullah yang sudah ancang-ancang membuat langkah perlawanan, bukan tidak mungkin akan mendeklarasikan PKB tandingan bersama Alwi, Choirul Anam, dan para kiai yang memang kini berada di belakangnya. ***
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
0 komentar:
Posting Komentar