Blogger Template by Blogcrowds

GUS DUR BERTUTUR

Di hadapan ratusan peserta Peluncuran Buku dan Video Ilusi Negara Islam, Pemilu, dan Masa Depan Indonesia yang memadati Ballroom Gren Melia di Jalan HR Rasuna Said Kuningan, Jakarta, Sabtu malam (16/05), KH. Abdurrahman Wahid menegaskan, mayoritas muslim di Indonesia adalah muslim yang toleran terhadap perbedaan. "Itu bukan hal baru," katanya.
Sejarah Islam Indonesia, lanjutnya, jelas menunjukkan sejarah tentang penyesuaian Islam dengan konteks lokal. Salah satu contoh yang paling populer adalah sikap Sunan Kalijogo yang dikenal akomodatif dengan kebudayaan setempat. Melalui murid-muridnya seperti Sultan Adiwijoyo, Juru Martani, dan Senopati ing Alogo, tokoh ini berhasil melestarikan kebudayaan lokal yang bisa dinikmati hingga saat ini.
Sikap toleran, dalam sejarah Indonesia juga ditunjukan penganut agama lain terhadap kehadiran Islam. Gus Dur mencontohkan sikap kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu-Buddha namun tetap memberi tempat bagi para penyebar Islam seperti Sunan Ampel.
Di masa-masa awal pembentukan negara Indonesia, Islam menjadi perbincangan hangat yang dikaitkan dengan isu nasionalisme yang kala itu tumbuh menjamur. Sejak tahun 1919, tiga sepupu yang juga menjadi tokoh nasional, H.O.S. Tjokroaminoto, KH. Hasyim Asy'ari, dan KH. Wahab Chasbullah mendiskusikan hubungan Islam dan nasionalisme. Belakangan menantu Tjokroaminoto, Soekarno yang ketika itu baru berusia 18 tahun, juga terlibat aktif dalam pertemuan mingguan yang berlangsung selama bertahun-tahun itu. "Kalau Islam tidak toleran, itu tandanya mereka tidak tahu sejarah," kata Gus Dur.
Untuk mengerti Islam itulah Gus Dur lalu mengemukakan corak Islam di dunia di lihat dari geografis. Dalam pandangan mantan Presiden RI ke-4 ini, Islam dibagi dalam enam: Islam di wilayah Sub Sahara Afrika Hitam, Arab dan Afrika Utara, Turki dan Persia, Asia Depan dan Selatan, Asia Tenggara, dan Islam di negara-negara industri maju seperti Korea, Amerika dan Eropa. Dengan memahami keragaman corak Islam ini, Gus Dur berharap masyarakat mengerti jika Islam sangat beragam namun secara umum bisa dilihat sebagai masyarakat yang toleran.
Buku Ilusi Negara Islam yang malam itu diluncurkan kerjasama Gerakan Bhineka Tunggal Ika dengan Maarif Institute dan the Wahid Institute merupakan hasil penelitian tentang tren ekspansi gerakan Islam Transnasional di Indonesia yang mengambil sampel di 24 kota yang tersebar di 17 provinsi. Salah satu hasil penelitian menyebut, telah muncul fenomena infiltrasi gerakan ini ke dalam ormas-ormas besar seperti NU dan Muhammdiyah. Bersama Gus Dur, para pembicara yang didapuk malam itu mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafi'i Maarif, tokoh NU KH. A. Mustofa Bisri, koordinator riset yang juga tokoh Muhammadiyah Abdul Munir Mulkhan, Ketua Fatayat NU Maria Ulfa Anshar, pengasuh Ponpes Annur Surabaya, KH Imam Ghazali Said, dan tokoh NU Makassar, Abdul Kadir Ahmad yang juga melakukan penelitian tentang konsep jihad di lingkungan pelajar di Makassar dan Unjungpandang.
sumber

0 komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda